MEGAKALTIM.COM - Anggapan Edi Damansyah untuk bisa maju kembali di Pilbup Kukar 2024 mendatang, bisa saja menjadi perdebatan, apakah bisa dilakukan atau kah tidak.
Hal ini, tak lepas usai munculnya penjelasan dari Ketua KPU Hasyim Asy'ari, dalam rapat kerja KPU RI bersama dengan Komisi II DPR RI, membahas Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Dalam rapat kerja itu, turut disampaikan perihal hitungan masa jabatan sebagai syarat pencalonan kepala daerah.
Sebagai informasi, perihal pencalonan Edi Damansyah di Pilbup Kukar tahun ini, belakangan ada dua perbedaan anggapan soal masa jabatan Edi Damansyah.
Pertama, Edi Damansyah dianggap telah menjalani dua kali periode masa jabatan, dengan menjabatnya ia sebagai Plt Bupati Kukar serta Bupati definitif pada 2016 - 2021, serta saat dirinya kembali terpilih sebagai Bupati Kukar pada 2021 - 2026.
Di sini, dinilai bahwa, masa ketika Edi Damansyah menjabat sebagai Plt dan Bupati definif sudah melebihi setengah masa jabatan, sehingga sudah bisa dihitung satu periode menjabat.
Anggapan kedua, yakni, Edi Damansyah baru satu kali periode menjabat, yakni pada periode 2021 - 2026, sementara untuk periode 2016 - 2021, tak masuk hitungan satu periode.
Dikarenakan, saat periode 2016 - 2021 lalu, ada perbedaan antara Edi Damansyah saat menjadi Plt dan ketika Edi Damansyah dilantik sebagai Bupati Kukar definitif.
Jika masa jabatan Edi Damansyah sebagai Plt tak diikutsertakan, maka Edi Damansyah baru menjabat sebagai Bupati definitif selama 2 tahun 9 hari.
Rentang waktu 2 tahun 9 hari itu, tak masuk kategori satu periode karena kurang dari setengah dari masa jabatan, yakni 2 tahun 6 bulan.
Perbedaan anggapan ini yang kemudian menjadi jelas, sesuai dengan penyampaian Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI.
Di kesempatan ini, Hasyim Asy'ari turut membahas syarat pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, terkhusus pada masa jabatan, dengan memberikan sample contoh.
Sample contoh yang diberikan mirip dengan kasus yang terjadi pada Edi Damansyah, pada periode awal dia menjabat.
"Jadi misalkan ada pasangan kepala daerah, kepala daerah-nya katakanlah terkena masalah hukum, kemudian setelah statusnya sebagai terdakwa itu dinonaktifkan untuk diberhentikan sementara, maka kemudian yang menjalankan tugas-tugas sebagai kepala daerah adalah wakil kepala daerah tersebut itu sebagai, apa istilahnya, penjabat sementara atau pelaksana tugas," katanya, sebagaimana dilihat pada tayangan YouTube Metro TV berjudul "Rapat Kerja Komisi II DPR RI: Terkait Evaluasi Pemilu".
"Maka begitu wakil kepala daerah itu menjalankan tugas sebagai bupati, itu sudah masuk hitungan bahwa yang bersangkutan pernah menduduki jabatan sebagai bupati atau kepala daerah," jelas Hasyim Asy'ari.
Penjelasan ini, jika dirunut ke belakang, mirip dengan kasus yang terjadi di Kukar.
Diketahui, Bupati Kukar sebelumnya, Rita Widyasari tersandung kasus hukum dan kemudian ia digantikan oleh wakilnya, Edy Damansyah sebagai Plt Bupati Kukar.
Jika Edi Damansyah terhitung sudah dua periode sebagai kepala daerah, maka peluangnya untuk maju kembali di Pilbup Kukar 2024, bisa dikatakan tertutup.
Hal ini karena berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.” (tam)