MEGAKALTIM.COM – Jurnalis senior Najwa Shihab menyuarakan kekhawatiran masyarakat sipil terkait proses legislasi yang dinilai semakin jauh dari rakyat dan minim partisipasi publik.
Hal ini disampaikan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara eksklusif bersama dengan enam jurnalis di kediaman sang Presiden, yakni di Hambalang, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025).
Para Jurnalis itu adalah Pendiri Narasi Najwa Shihab, Pemred Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, Pemred Detikcom Alfito Deannova Gintings, Pemred SCTV-Indosiar Retno Pinasti, Pemred TV One Lalu Mara Satriawangsa, dan Pemred IDN Times Uni Lubis.
Agenda ini dimoderatori oleh Valerina Daniel dari TVRI, di mana Presiden Prabowo menjawab berbagai pertanyaan dari para jurnalis, di antaranya terkait UU TNI, RUU Polri, IHSG, hingga pemberlakuan tarif dagang baru dari AS, dll.
Dalam forum berdurasi 3,5 jam yang tayang di kanal YouTube Najwa Shihab dengan judul "Presiden Prabowo Menjawab" tersebut, Najwa Shihab menyoroti sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas DPR yang dinilai bermasalah, di antaranya RUU Kepolisian, RUU Kejaksaan, dan RUU Penyiaran.
“Bapak, ada kekhawatiran dari masyarakat sipil, Pak, proses pembentukan Undang-Undang kita, proses legislasi, makin jauh dari rakyat. Tidak ada partisipasi publik yang bermakna dan menjadi semakin krusial hari-hari ini, Pak, terutama kita lihat daftar RUU yang akan segera dibahas di DPR," tutur Najwa Shihab.
Menurut pendiri Narasi tersebut, sejumlah draf RUU menunjukkan pola yang sama, yaitu memperbesar kekuasaan negara, namun menyusutkan ruang keterlibatan masyarakat sipil.
“Dalam berbagai RUU ini tampak ada pola yang mirip, yakni wewenang aparat negara diperbesar, sedangkan warga negara diperkecil perannya,” ungkapnya.
Najwa Shihab pun menyinggung RUU Polri secara khusus, menilai bahwa alih-alih memperluas kewenangan aparat, yang justru dibutuhkan saat ini adalah pengawasan yang lebih ketat terhadap institusi kepolisian.
Pemandu program Mata Najwa tersebut pun turut mengutip sejumlah kasus penyalahgunaan kekuasaan, seperti pelecehan seksual oleh perwira, praktik korupsi, dan kekerasan oleh aparat.
“Isu krusialnya adalah pengawasan yang minim. Kita melihat berbagai abuse of power dilakukan oleh aparat, dan publik makin tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan,” lanjutnya.
Najwa Shihab juga mempertanyakan mengapa draf-draf RUU kerap kali tidak dibuka secara resmi ke publik, yang justru memicu munculnya dokumen-dokumen bocoran yang belum tentu akurat, namun menjadi satu-satunya sumber informasi masyarakat. (apr)