MEGAKALTIM.COM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, memberikan pernyataan tegas mengenai kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang melibatkan kementerian tertentu.
Dalam unggahan di akun X-nya, Mahfud meminta para menteri yang kementeriannya terlibat dalam masalah ini untuk tidak takut terjerat pidana.
Menurut Mahfud, pihak yang bertanggung jawab secara pidana bukanlah menteri atau pejabat tinggi, melainkan mereka yang terlibat langsung dalam proses penerbitan HGU tersebut, seperti aktor intelektual dan peserta yang berniat mengeluarkan sertifikat tersebut.
"Yang bertanggungjawab secara pidana adalah pejabat bawahan yang menerima delegasi wewenang. Jadi, kalau merasa tak terlibat ya bongkar saja, Pak Menteri. Kan banyak kasus yang dihukum hanya dirjen atau pegawai bawahnya yang langsung berkolusi," ujarnya pada Selasa (28/1).
Mahfud juga menegaskan pentingnya transparansi dalam menangani kasus ini, dengan menyerahkan bukti-bukti pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum. Ia menekankan bahwa menutupi kasus dengan alasan menjaga marwah institusi bukanlah solusi.
"Serahkan mereka yang melanggar hukum bukti-buktinya ke aparat penegak hukum. Tak perlu menutupi kasus dengan alasan demi marwah institusi," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa penerbitan SHGB dan SHM untuk pagar laut di pesisir pantura Kabupaten Tangerang dinilai cacat prosedural dan material sehingga batal demi hukum.
“Setelah dilakukan peninjauan, kami temukan bahwa batas di luar garis pantai tidak bisa dijadikan properti pribadi sehingga sertifikat tersebut tidak sah,” jelas Nusron di Tangerang, Rabu (22/1/2025).
Menurutnya, hasil verifikasi dan pemeriksaan terhadap batas daratan atau garis pantai yang tercantum dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang menunjukkan bahwa sertifikat tersebut otomatis dibatalkan dan dicabut statusnya.
Nusron menjelaskan bahwa berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021, Kementerian ATR/BPN berhak mencabut atau membatalkan sertifikat yang belum berusia lima tahun tanpa proses pengadilan.
“Menurut PP Nomor 18 Tahun 2021, jika sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, Kementerian ATR/BPN berhak untuk mencabut atau membatalkannya tanpa perlu melalui perintah pengadilan,” jelasnya.
Nusron menerangkan bahwa dari sebanyak 266 sertifikat SHGB dan SHM yang tercatat di bawah laut, hasil pencocokan dengan peta menunjukkan sertifikat tersebut berada di luar garis pantai.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya kini memanggil dan memeriksa petugas juru ukur maupun petugas yang menandatangani atau mengesahkan sertifikat tersebut untuk menegakkan hukum yang berlaku.
“Hari ini, kami telah memanggil petugas tersebut untuk diperiksa oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pelanggaran kode etik,” ujarnya pada Jumat (24/1/2025) lalu. (tam)