"Proses pengadaan tidak dilakukan secara terbuka. Penunjukan PT LTI ini patut dipertanyakan karena perusahaan ini masih relatif baru, tetapi langsung mendapat kepercayaan untuk mengelola acara besar ini," ujarnya pada Jumat (28/2/2025).
Selain itu, Peneliti dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, juga menyoroti bahwa keharusan bagi kepala daerah untuk mengikuti retreat ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Annisa mengungkapkan bahwa sebagian biaya kegiatan ini diduga dibebankan kepada APBD, padahal seharusnya dibiayai dari APBN. Bahkan, ada dugaan bahwa sekitar Rp 6 miliar dalam pelaksanaan acara tersebut berasal dari APBD.
"Hal ini membuka peluang terjadinya pengalihan dana yang tidak sah," tegas Annisa.
Ia juga menambahkan bahwa PT LTI yang dipercaya mengelola retret memiliki hubungan dengan Partai Gerindra, di mana beberapa komisaris dan direksi perusahaan tersebut merupakan kader partai tersebut. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dalam proyek ini.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai bahwa pelaksanaan retret kepala daerah ini berpotensi menjadi pemborosan anggaran di tengah kebijakan efisiensi yang diterapkan di berbagai kementerian dan lembaga.
"Penggunaan uang rakyat harus transparan dan akuntabel. Jika ada dugaan penyalahgunaan, maka harus diusut secara tuntas," pungkas Annisa.
Dengan adanya laporan ini, KPK diharapkan segera melakukan investigasi guna memastikan bahwa pengelolaan anggaran dalam penyelenggaraan retret tidak menyalahi aturan yang berlaku. (tam)