Prinsipnya sama dengan SWF (Sovereign Wealth Fund), semacam lembaga investasi milik negara.
SWF sendiri bisa menjadi sumber pemasukan dana negara yang baru jika pengelolaannya tepat, sedangkan jika gagal bagaimana? Maka BUMN sebagai holder-lah yang dipertaruhkan.
DPR telah mengesahkan amandemen Undang-Undang No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pekan lalu.
"Modal dan kekayaan BUMN adalah milik BUMN, dan setiap keuntungan atau kerugiannya bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara," demikian tertulis dalam penjelasan Pasal 4B yang tercantum dalam draf UU BUMN tertanggal 4 Februari 2025.
Ada dua poin krusial yang terkandung dalam beleid baru yang telah disahkan oleh DPR ini.
Pertama, pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Kedua, mengenai status BUMN dan penerapan prinsip business judgement rule.
Penerapan prinsip ini membawa sejumlah dampak, seperti penegasan bahwa BUMN tidak termasuk dalam kelompok penyelenggara negara, serta kerugian yang dialami BUMN tidak dianggap sebagai kerugian negara.
Adanya pasal yang mengatur mengenai kerugian BUMN dan status direksi, komisaris, hingga dewan pengawas yang bukan bagian dari penyelenggara negara, semakin mempersempit ruang gerak otoritas penegakan hukum jika terjadi kasus fraud dalam investasi atau pengelolaan BUMN.
Padahal, baik dalam UU BUMN yang lama maupun revisinya, modal yang digunakan oleh BUMN sebagian besar bersumber dari APBN, salah satunya melalui penyertaan modal negara (PMN).