Nama Jansen Manansang, Direktur sekaligus pemilik Taman Safari Indonesia (TSI) Group, kembali menjadi sorotan seiring mencuatnya laporan ini.
Lahir di Jakarta pada 1942, Jansen bukan orang baru dalam dunia hiburan sirkus. Melansir dari laman Taman Safari Indonesia, bersama dua saudaranya, Frans Manansang dan Tony Sumampau, ia sudah terlibat dalam pertunjukan akrobat sejak kecil, mengikuti jejak sang ayah, Hadi Manangsang, yang juga merupakan pelaku seni sirkus keliling.
Tumbuh di tengah dunia hiburan keliling, Jansen dan saudara-saudaranya terlatih untuk melakukan berbagai atraksi. Sejak usia 7 tahun, mereka menjadi bagian dari pertunjukan sirkus bernama Bintang Akrobat dan Gadis Plastik, dan turut mempersiapkan seluruh keperluan pertunjukan secara mandiri.
Kejadian nahas menimpa Tony yang digigit harimau saat berlatih, peristiwa yang kemudian menjadi titik balik perjalanan bisnis keluarga ini. Saat berobat ke Australia, Tony melihat konsep kebun safari yang kemudian menginspirasi mereka untuk membangun fasilitas serupa di Indonesia.
Ide itu diwujudkan pada 1980, ketika mereka membangun Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor, di atas lahan bekas perkebunan teh seluas 60 hektare. Sejak saat itu, TSI dikenal sebagai pusat konservasi satwa dan destinasi wisata edukatif.
Meski kiprahnya di dunia konservasi telah mengantarkan Jansen meraih berbagai penghargaan—termasuk gelar “Bapak Konservasi Lingkungan Hidup Indonesia” pada 2023 dan penghargaan dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) pada 2025—latar belakang keluarga sirkus yang kini disorot akibat dugaan pelanggaran HAM membawa tantangan baru terhadap citra lembaga yang ia pimpin. (tam)