Minggu, 4 Mei 2025

Kholid, Nelayan Tangerang, Kritisi Pagar Laut dan Singgung Dugaan Praktik Ilegal yang Merugikan Nelayan

Jumat, 24 Januari 2025 - 20:36

Kholid, Nelayan Terdampak Pagar Laut asal Serang Utara, Banten (Foto: Tangkapan Layar Youtube "Indonesia Lawyers Club")

“Ketika Tangerang menangis, ya, semua orang harus menangis. Artinya, ketika saya ngomong bahwa ini artinya dampak yang sangat berbahaya bagi nelayan dan petani. Justru ketika saya melihat kejadian-kejadian di laut, pemagaran laut, kemudian tanah dan kali diuruk,” ungkap Kholid.

Kholid turut mengungkapkan bahwa logika penjajah yang menganggapnya tidak boleh mencampuri urusan di luar daerahnya justru mencerminkan pola pikir sempit yang harus dilawan.

“Padahal, menurut saya sebagai nelayan harusnya mempunyai pandangan tidak boleh parsial. Ciri-ciri penjajah itu yang punya pandangan parsial, sampai tingkatannya kita nggak boleh nolongin tetangga kita yang kelaparan atau sedang dijajah,” terang Kholid.

Kholid juga menyoroti adanya dugaan praktik jual beli lahan yang terkait dengan proyek pagar laut tersebut.

“Para nelayan itu menjerit karena pagar-pagar ini kan, dikotak-kotakan. Buat budidaya rumput laut bukan, buat kerang ijo juga bukan, malah justru lebih pasnya itu ketika diplot. Oh ini adalah sketsa, tambak-tambak gitu kan, yang saya ngerinya ini ada jual beli hitam,” ucap Kholid.

“Dugaan saya di situ, malah logikanya masuknya di situ. Kemudian, disiapkanlah dikirim-kirim, dibeli, dioper nama lagi di akta jual beli, lalu dibuat SHM (Surat Hak Milik) atas nama yang lain,” ungkapnya lebih lanjut.

Menurutnya, pembatasan ruang laut justru membuka peluang bagi transaksi ilegal yang dapat merugikan nelayan dan masyarakat kecil.

Dalam acara ILC tersebut, Kholid menambahkan bahwa pagar laut yang dipasang akan memperburuk kondisi nelayan.

“Saya ini seperti dikelola oleh orang-orang yang karya berpikirnya cacat. Kenapa cacat? Lingkaran yang besar kok dipaksa masuk ke lingkaran yang kecil. Contoh, kedaulatan negara harus dicaplok pada korporasi. Nah, saya nggak mau dikelola seperti ini,” ucap Kholid tegas.

“Baik saya melawan, daripada hidup saya, sebagai petani nelayan dikelola oleh korporasi karena kalau saya ini sebagai rakyat dikelola oleh korporasi-korporasi, sampai kiamat anak cucu saya pasti miskin karena saya sebagai objek yang dikelola dan dia mengelola,” lanjutnya.

Populer
recommended