Namun, memburuknya hubungan Israel-Palestina di akhir 2010-an membuat hubungan Yordania-Israel tegang. Pada 2019, Abdullah menolak memperpanjang sewa tanah kepada petani Israel, dan tanah tersebut dikembalikan kepada Yordania tahun berikutnya.
Abdullah juga memodernisasi militer Yordania untuk menghadapi ancaman eksternal seperti konflik di Irak dan Suriah. Meskipun sempat terjadi serangan bom mematikan oleh al-Qaeda di Amman tahun 2005, Yordania berhasil menghindari kekacauan besar seperti negara-negara tetangganya.
Ancaman baru muncul pada 2013, yakni ISIS (juga dikenal sebagai ISIL), yang merupakan pecahan dari al-Qaeda di Irak. Yordania bergabung dengan koalisi udara pimpinan AS pada 2014. Setelah seorang pilot Yordania dibunuh secara brutal oleh ISIS, Abdullah meningkatkan serangan terhadap kelompok tersebut. Akibat konflik regional, Yordania menampung jumlah pengungsi per kapita tertinggi di dunia, dan Abdullah mengandalkan bantuan internasional untuk mengatasi beban tersebut.
Di dalam negeri, Abdullah mempromosikan reformasi ekonomi dan sosial, seperti penerapan sistem pasar bebas dan peningkatan hak perempuan. Namun, reformasi politik berjalan lambat. Ia mencoba membatasi pengaruh Front Aksi Islam (sayap politik Ikhwanul Muslimin) dan mendorong sistem pemilu yang fokus pada program partai, bukan identitas kesukuan.
Abdullah menghadapi protes dari kelompok Islamis, aktivis buruh, dan masyarakat umum karena pengangguran dan kenaikan biaya hidup. Namun, demonstrasi tersebut tetap terkendali dan tidak sebesar gelombang Arab Spring di negara lain. Tantangan utama bagi Abdullah datang dari perang saudara Suriah pada 2011 yang menyebabkan masuknya sekitar 1,5 juta pengungsi.
Langkah-langkah penghematan ekonomi yang diambil setelah masuk program pinjaman IMF pada 2016 memperburuk ketidakpuasan rakyat. Kenaikan pajak dan pemotongan subsidi menyebabkan gelombang protes besar pada 2018.
Pada April 2021, konflik internal istana menjadi sorotan saat Pangeran Hamzah, saudara tiri Abdullah yang pernah menjadi putra mahkota, dituduh terlibat dalam rencana penggulingan raja setelah bertemu para tokoh suku yang mengkritik pemerintahan. Dua orang dekat Hamzah kemudian dihukum atas tuduhan makar. Hamzah sendiri pada April 2022 melepaskan gelar kebangsawanannya karena perbedaan prinsip dengan institusi negara. (tam)