“Ini bukan jual beli, ini perampasan. Kenapa? Saya memabatasi definisi perampasan adalah tanah yang diambil oleh pihak lain tanpa keridhoan pemiliknya, baik karena nggak ridho harganya, apalagi nggak dibayar sama sekali,” tegas Khozinudin.
Dalam beberapa kasus, warga yang memiliki tanah dipaksa untuk melepaskan haknya dengan harga yang jauh di bawah nilai sebenarnya, mulai dari Rp100.000 per hektare, atau bahkan tidak dibayar sama sekali.
“Transaksi yang terjadi di sana sering kali dipaksakan. Mereka (pemilik tanah) dipaksa untuk menerima harga yang sangat murah, bahkan kadang tanpa dibayar sama sekali,” tambahnya.
“Jadi, kalau terjadi transaksi ‘Oh, kami udah beli, lho’. Iya, secara formil beli, tapi prosesnya itu tidak berdasarkan kesepakatan, melainkan atas keterpaksaan. Ada intimidasi,” lanjut Khozinudin.
Keadaan ini semakin mencengangkan ketika Khozinudin mengungkapkan bahwa proses eksekusi tanah ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan dekat dengan pengusaha properti besar.
“Ali Hanafi Lijaya, yang dikenal sebagai orang yang sangat berpengalaman dalam merampas tanah, sangat terlibat dalam proses ini,” jelasnya.
“Coba, pertama ditawar Rp200.000 untuk rakyat, begitu Ali Hanafi Lijaya datang langsung harganya diturunkan menjadi Rp150.000, tidak lama kemudian bahkan bisa diturunkan menjadi Rp100.000. Pada harga terendah itu langsung diberikan penawaran kepada rakyat ‘Mau atau nggak? Kalau nggak mau, saya gusur, saya uruk’ begitu mainnya si Ali Hanafi Lijaya,” ungkapnya lagi.
Nama Ali Hanafi Lijaya muncul sebagai individu yang bertindak sebagai perantara antara warga yang terancam kehilangan tanah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menguasai lahan tersebut.
“Ali Hanafi Lijaya ini di lapangan terkenal monsten perampas tanah ini. Udah kenyang ini, muntah ini. Memang Allah yang berkendak akhirnya rame terungkap,” ucap Khozinudin.
Dalam hal ini, dikatakan bahwa salah satu pihak yang paling diuntungkan adalah Aguan, yang dikaitkan dengan pengembangan Pantai Indah Kapuk.
“Ini (Ali Hanafi Lijaya) yang bisa jadi dikorbankan karena kalau mau narik ke Aguan itu berdasarkan bukti hukum sulit, melompat, tapi analisa kepentingan. Siapa yang diuntungkan dari tanah tadi? Ya, Aguan,” tutur Khozinudin.
Ia menjelaskan bahwa tanah yang sebelumnya dimiliki oleh nelayan dan masyarakat sekitar diubah statusnya, melalui sertifikat yang diterbitkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan aparat desa, untuk kemudian digunakan dalam pengembangan properti yang akan memperkaya Aguan dan Anthony Salim, pemilik Pantai Indah Kapuk.